Senin, Mei 09, 2016

Mengapa Perlu Adanya Penalaran Ilmiah

Sebelum kita mengetahui jawaban dari judul tulisan ini, mari kita cari tahu apa itu penalaran.

Pengertian Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi-proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).

Metode Penalaran

  1. Metode Deduktif
    Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus. Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.
    Macam-macam Penalaran Deduktif

    • Silogisme
      Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.
    • Entimen
      Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
    Ciri-ciri Paragraf Berpola Deduktif
    Paragraf berpola deduktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
    • Letak kalimat utama di awal paragraf
    • Diawali dengan pernyataan umum disusul dengan uraian atau penjelasan khusus
    • Diakhiri dengan penjelasan
  2. Metode Induktif
    Paragraf Induktif adalah paragraf yang diawali dengan menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan contoh-contoh fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan umum. Paragraf Induktis sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis. Pengembangan tersebut yakni paragraf generalisasi, paragraf analogi, paragraf sebab akibat bisa juga akibat sebab. Sebagai contoh, jika kita mendapat tes setiap Selasa selama tiga bulan terakhir, kita akan memiliki tes Selasa depan (dan setiap hari Selasa setelah itu).
    Penalaran induktif melibatkan mencapai kesimpulan tentang hal-hal yang tidak teramati atas dasar apa yang telah diamati. Induksi digunakan secara teratur di bidang-bidang seperti arkeologi, di mana kesimpulan tentang masa lalu dari sekarang dibuat. Induksi juga bisa dibuat di luar angkasa, seperti di astronomi, di mana kesimpulan tentang seluruh alam semesta yang diambil dari sejumlah pengamatan yang kita mampu buat.

Mengapa Perlu Adanya Penalaran Ilmiah?

Untuk mendapatkan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan dari suatu penelitian ilmiah, dibutuhkan banyak fakta yang dikumpulkan dan harus melalui tahap pengujian untuk dicari tahu kebenaran dari fakta tersebut.
Setelah semua fakta dan data terkumpul dan teruji, maka peran penalaranpun dibutuhkan. Bisa dengan metode induktif ataupun deduktif tergantung dari sifat data dan kebutuhan sang peneliti. Oleh karena itu proses penalaran ilmiah tidak akan pernah terlepas untuk mencari dan menghasilkan sebuah kesimpulan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Rancangan Penulisan Ilmiah

UNIVERSITAS GUNADARMA
FAKULTAS ILMU KOMPUTER & TEKNOLOGI INFORMASI


Gunadarma University - aldiunanto.com 

PENULISAN ILMIAH

                           Nama :            Raymond Harve
                                                           NPM :            13109013
                                                           Jurusan                                :            Sistem Informasi
                                                           Penanggung Jawab :


Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Dalam Mencapai Gelar Setara Sarjana Muda
UNIVERSITAS GUNADARMA
2016
 
 
ABSTRAK
Berisi ringkasan penjelasan secara garis besar dari penulisan. Maksimal 1 halaman.
KATA PENGANTAR
Berisi ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut berperan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan ilmiah (a.l. Rektor, Dekan, Ketua Jurusan, Pembimbing, Perusahaan).
DAFTAR ISI
Berisi daftar judul dari bab dan sub-bab dari penulisan Ilmiah. Beserta daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran jika ada.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Bagian ini berisikan uraian/penjelasan yang berkaitan dengan fenomena-fenomena atau alasan-alasan yang mendasari mahasiswa/peneliti memilih atau tertarik untuk meneliti tema yang ditulis.
1.2.  Rumusan dan Batasan Masalah
Atas dasar latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, pada bagian ini mahasiswa/peneliti mulai mengidentifikasi, membatasi dan selanjutnya merumuskan masalah yang hendak diteliti. Setelah rumusan masalah ada, mahasiswa/peneliti dapat menerjemahkan rumusan masalah tersebut dalam bentuk kalimat pertanyaan penelitian.
1.3.  Tujuan Penulisan
Bagian berisi tujuan penelitian yang hendak dicapai, dan hal ini seharusnya mengacu kepada rumusan dan pertanyaan penelitian yang telah dibuat sebelumnya.
1.4.  Metode Penulisan
Bagian berisikan tentang bagaimana secara ilmiah, penelitian akan dilakukan. Poin-poin penting dalam bagian ini adalah :
  • 4.1. Identifikasi Masalah
  • 4.2. Analisis Data
  • 4.3. Implementasi
  • 4.4. Uji Coba High Availability Server
1.5. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memberikan gambaran tentang penulisan ini maka dalam penyajiannya diuraikan ke dalam beberapa bab.
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab ini membahas mengenai landasan teori tentang pengenalan konsep high availability server serta materi lainnya yang menunjang penulisan / penelitian.

BAB III
PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang bagaimana cara kerja historyPushState, AJAX, dan jQuery dalam memanipulasi history pada browser serta keunggulan dan manfaat yang akan dihasilkannya dalam mengolah konten data pada sebuah website.
Bab IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Bagian ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian mahasiswa/peneliti, yang pada prinsipnya merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang ada.
4.2. Saran
Isi yang ada pada bagian ini harus diprioritaskan pada saran terhadap butir-butir kesimpulan yang ada.
4.3. Daftar Pustaka  
Bagian ini berisi daftar sumber atau referensi kutipan yang digunakan mahasiswa/penulis dalam penyelesaian penulisan ilmiah. Baik yang bersumber dari buku, web, jurnal, majalah, dll.
4.4. Lampiran
Penjelasan tambahan, dapat berupa uraian, program, gambar, perhitungan-  perhitungan, grafik, atau tabel, yang merupakan penjelasan rinci dari apa yang disajikan di bagian-bagian terkait sebelumnya.

Abstrak dan Daftar Pustaka

Contoh Abstrak yang Benar

contoh abstrak pada penulisan ilmiah - Aldi Unanto
Contoh Daftar Pustaka yang Benar

contoh daftar pustaka - Aldi UnantoAturan Membuat Abstrak Dalam PI/Skripsi

Struktur penulisan sebuah abstrak yang terjadi saat ini menggambarkan ketidakpastian konsep atau ketidakjelasan panduan yang dimiliki tentang susunan yang jelas dari sebuah abstrak. Alasan atau pandangan atas perbedaan yang terjadi di dunia akademik tidak dibahas dalam tulisan ini karena saat ini yang lebih penting meluruskan dan atau menyamakan pandangan tentang penulisan sebuah abstrak yang baik. Penulisan sebuah abstrak harusnya memperhatikan:
  1. Struktur Paragraf.
    Sebuah abstrak ditulis dalam satu paragraf yang menerangkan keseluruhan isi tulisan secara singkat dan jelas.
  2. Jumlah kata.
    Idealnya sebuah paragraf terdiri dari 150 sampai dengan 200 kata. Namun, pertimbangan jumlah kata yang paling tepat dalam penulisan Skripsi, Tesis, ataupun disertasi biasanya bergantung pada pertimbangan pandangan pembimbing (supervisor) yang mendampingi seorang mahasiswa dalam penulisannya.
  3. Isi paragraf.
    Pada saat pembimbingan, seorang supervisor mengedepankan 4 bagian empiris dari sebuah abstrak. Pertama, indentifikasi fokus penelitian dijelaskan secara singkat agar pembaca memahami apa yang diamati oleh seorang peneliti di dalam penelitiannya. Kedua, penulis perlu menggambarkan secara jelas desain penelitian yang dilakukan dalam proses pencarian jawaban atau solusi atas persoalan yang diangkat di dalam penelitiannya. Desain langkah penyelesaian masalah ini oleh mahasiswa lazim dikenal dengan istilah Metode Penelitian. Ketiga, selanjutnya penulis akan menjelaskan hasil temuannya kepada pembaca. Beberapa peneliti menganggap hasil temuan yang diungkap tidak perlu mengungkap pembahasan yang dilakukan karena hal itu justru akan membuat pengulangan isi tulisan. Jelas maksudnya karena bagian pembahasan temuan penelitian juga diurai di dalam bagian kesimpulan. Keempat, perlunya bagian kesimpulan di dalam sebuah tulisan juga terlihat di dalam sebuah abstrak yang tetap mendapatkan perhatian penting sebagai bagian akhir dari paragraf. Pada bagian ini kadangkala sejumlah peneliti menyisipkan rekomendasi penelitian namun tanpa pembahasan atau uraian yang panjang.

Kesimpulan: Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia maksimal 250 kata, 1 spasi,dengan 5 – 6 kata kunci, huruf Arial 11 point. Intisari berisi latar belakang, metode penelitian dan hasil yang dirangkai secara utuh dan mampu mewakili isi makalah.

Aturan Menyusun Daftar Pustaka Dalam PI/Skripsi


Rujukan yang diambil sebagai referensi dapat berasal dari berbagai sumber, tidak hanya buku. Oleh sebab itu, diperlukan cara penulisan daftar pustaka yang benar. Rujukan yang berupa kutipan juga harus dicantumkan dalam daftar pustaka. Daftar pustaka biasa diletakkan di bagian akhir.
Saat ini terdapat berbagai macam format yang umum digunakan dalam penulisan daftar pustaka seperti format MLA (The Modern Language Association) dan format APA (American Psychological Association). Selain kedua format tersebut, terdapat juga format-format khusus untuk bidang ilmu tertentu seperti kedokteran, biologi, kimia, hukum, dan lainnya.
Secara umum, teknik penulisan daftar pustaka yang lazim digunakan di Indonesia biasanya mengurutkan nama keluarga si penulis dari A hingga Z. Baris pertama dimulai pada pias (margin) sebelah kiri, sedangkan baris kedua dan selanjutnya dimulai dengan 3 ketukan ke dalam. Jarak antar baris biasanya adalah 1,5 spasi.
Terdapat empat unsur yang wajib dicantumkan dalam setiap daftar pustaka. Meskipun kita menggunakan format penulisan daftar pustaka yang berbeda-beda, namun keempat unsur ini tetap harus ada. Keempat unsur tersebut adalah:
  1. Nama penulis atau pengarang
  2. Tahun diterbitkannya tulisan atau karangan
  3. Judul buku atau artikel
  4. Data publikasi yang berisi kota penerbit dan nama perusahaan penerbit.


Sumber Diambil dari Buku
Untuk daftar pustaka yang sumbernya diambil dari buku, maka semua unsur di atas wajib dimasukkan dengan urutan: nama belakang penulis, nama depan (boleh disingkat), tahun penerbitan, judul buku, kota asal, dan penerbit. Berikut adalah contoh dari buku yang ditulis oleh satu pengarang:
Badudu, J.S. 1985. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.
Jika buku tersebut ditulis oleh dua pengarang, maka semua namanya harus ditulis. Penulis pertama ditulis sebagaimana ketentuan, sedangkan nama penulis kedua ditulis dengan urutan biasa. Di antara kedua nama tersebut disisipkan kata “and” atau “dan”. Contoh:
Chambers, J.K. and Peter Trudgill. 1980. Dialectology. New York: Cambridge University Press.
Jika buku tersebut ditulis oleh lebih dari dua orang, maka penulis pertama ditulis sebagaimana ketentuan kemudian ditambahkan singkatan “dkk.” atau “et al.” di belakangnya. Contoh:
Gilman, Sander, et al. 1993. Hysteria Beyond Freud. Berkeley: U of California.
Jika beberapa buku ditulis oleh seorang penulis yang sama, maka nama penulis cukup ditulis satu kali pada buku pertama, sedangkan untuk buku berikutnya cukup dibuat garis sepanjang 7 ketukan dan diakhiri dengan titik. Judul buku diurutkan berdasarkan tahun terbitnya. Contoh:
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco.
——-. 1994. Wacana Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: Eresco.
Sedangkan apabila tahun diterbitkannya sama, maka harus dibubuhkan huruf a,b, dan seterusnya di belakang tahunnya. Contoh:
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993a. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco.
——- 1993b. Semantik I: Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: Eresco.
Jika buku tersebut merupakan hasil terjemahan, maka setelah penulisan judul bukunya harus ditambah kata “Trans.” dan juga nama penerjemahnya. Contoh:
Homer. 1996. The Odyssey. Trans. Robert Fagles. New York: Viking.
Jika buku tersebut merupakan hasil suntingan, maka dibelakang nama penyunting atau editor harus ditambah kata”Ed.” dalam tanda kurung. Contoh:
Philip, H.W.S. and Simpson, G.L. (Ed.). 1976. Australia in the World of Education Today and Tomorrow. Canberra: Australian National Commission.
Jika buku tersebut merupakan edisi lanjutan dari edisi-edisi sebelumnya, maka edisinya tersebut harus dituliskan. Contoh:
Gabriel, J. 1970. Children Growing Up: Development of Children’ Personality (third ed.). London: University of London Press.
Sumber Diambil dari Artikel
Jika kita mengambil sumber dari artikel yang terdapat pada buku kumpulan artikel, maka kita harus mencantumkan judul artikel tersebut disertai dengan judul dan pengarang bukunya. Contoh:
Russel, T. 1998. “An Alternative Conception: Representing Representation”. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds.), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge.

Sumber Diambil dari Internet
Saat ini internet juga menjadi salah satu referensi pembuatan tulisan yang cukup banyak digunakan. Hingga saat ini format penulisan daftar pustaka dari internet masih banyak diperdebatkan mengingat terlalu banyaknya variasi tulisan yang ada di internet.
Namun secara umum, penulisan daftar pustaka yang bersumber dari internet harus mencantumkan nama penulis, tahun, judul, alamat situs tempat tulisan tersebut dipublikasi, dan tanggal tulisan tersebut diakses. Berikut adalah contoh format jika kita mengambil dari tulisan perorangan:
Thomson, A. 1998. The Adult and the Curriculum, (Online), (http:/ /www.ed.uiuc.edu/EPS/PES-Yearbook/1998/thompson.homl. diakses 30 Maret 2000).
Sedangkan bila artikel tersebut diambil dari jurnal online, maka kita juga harus mencantumkan edisi atau volume dari jurnal tersebut. Contoh:
Supriadi, D. 1999. Restructuring the Schoolbook Provision System in Indonesia: Some Recent Initiatives dalam Educational Policy Analysis Archives, (Online), vol 7, (http:/ /epaa.asu.edu /epaa/v7n7. Html, diakses 17 Maret 2000).
Apabila sumber tulisan tersebut diambil dari forum diskusi online, maka kita harus mencantumkan tanggal tulisan tersebut dibuat serta alamat forum onlinenya. Contoh:
Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet Sites. NETTRAIN Discussion List, (Online), (NETTRAIN@ubvm.cc.buffalo.edu, diakses 22 Februari 2010).
Email juga dapat dijadikan referensi sebuah tulisan. Format penulisan daftar pustakanya harus menyertakan pengirim serta penerima email tersebut. Contoh:
Naga, D.S. (ikip-jkt@indo.net.id). 1 Oktober 2009. Artikel untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah (jippsi@mlg.ywcn.or.id).

Sumber Diambil dari Majalah dan Koran
Majalah dan koran alias surat kabar juga menjadi sumber rujukan favorit untuk jenis tulisan tertentu. Jika kita mengambil rujukan dari artikel yang terdapat pada sebuah majalah, maka kita juga harus mencantumkan nama majalah, edisi penerbitan, serta halaman dari artikel tersebut. Contoh:
Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi Kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61.
Format serupa juga berlaku jika kita mengambil referensi dari koran, di mana kita harus mencantumkan nama koran, tanggal penerbitan, dan juga halaman dari artikel tersebut. Contoh:
Cipto, B. 2000, 27 April. Akibat Perombakan Kabinet Berulang, Fondasi Reformasi Bisa Runtuh. Pikiran Rakyat, halaman 8.
Sedangkan apabila kita mengambil artikel atau berita dari koran yang tidak ada nama penulisnya, maka cukup untuk menulis nama koran tersebut di awalnya. Contoh:
Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, halaman 3.

Sumber dari Undang-Undang dan Dokumen Resmi
Penulisan daftar pustaka yang diambil dari undang-undang dan dokumen resmi tidak jauh berbeda dengan yang lainnya. Untuk tulisan yang diambil dari sebuah dokumen resmi, maka kita harus mencantumkan instansi yang mengeluarkan dokumen tersebut. Contoh:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Depdikbud.
Sedangkan untuk undang-undang, peraturan pemerintah, keppres, dan berbagai dokumen lain yang berkaitan dengan negara, maka cara menulis daftar pustaka nya seperti ini:
Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Lembaran Negara RI Tahun 1992, No. 115. Sekretariat Negara. Jakarta.

Sumber Diambil dari Video, Film, atau Wawancara
Video dan film sering dijadikan sebagai rujukan untuk tulisan di bidang tertentu. Untuk rujukan yang bersumber dari video, maka kita harus mencantumkan pembuat video tersebut beserta dengan durasi videonya. Contoh:
Burke, J. 2009. Distant Voices, BBC Videocasette, London, UK. 45 mins.
Jika sumber yang kita ambil merupakan sebuah film, maka kita harus mencantumkan produser dari film tersebut beserta dengan durasinya. Contoh:
Oldfield, B. (Producer) 1977. On the Edge of the Forest. Tasmanian Film Corporation. Hobart, Austraalia, 30 mins.
Sedangkan untuk sumber dari sebuah wawancara, maka kita harus menuliskan orang yang diwawancarai, topik wawancara, pewawancara, dan juga waktu publikasinya. Contoh:
Indrayana, Deny. 2010. Kasus Gayus Tambunan. Wawancara oleh Global TV dan ditayangkan 27 Maret, pukul 19.15.

Sumber:
http://bacaterus.com/2014/11/cara-menulis-daftar-pustaka/
http://cara.media/membuat-atau-menulis-daftar-pustaka/
http://dosen.ung.ac.id/ivanrismipolontalo/home/2013/1/24/penulisan_abstrak_dalam_sebuah_karya_tulis_ilmiah.html

Cara Penulisan Kutipan yang Benar di Penulisan Ilmiah

aah berkaitan dengan materi penulisan”.
Mengutip merupakan pekerjaan yang dapat menunjukkan kredibilitas penulis. Oleh karena itu, mengutip harus dilakukan secara teliti, cermat, dan bertanggung jawab.
Hariwijaya dan Triton (2011: 151) mengatakan bahwa ketika mengutip perlu dipelajari bagaimana teknik pengutipan sesuai dengan standar ilmiah (penambahan kata dengan oleh penulis). Untuk itu, perlu diperhatikan hal berikut: (1) mengutip sehemat-hematnya, (2) mengutip jika dirasa sangat perlu semata-mata, dan (3) terlalu banyak mengutip mengganggu kelancaran bahasa.
Cara Mengutip
Ada dua cara untuk mengutip, yaitu mengutip langsung dan mengutip tidak langsung.
  1. Kutipan Langsung.
    Merupakan salinan yang persis sama dengan sumbernya tanpa penambahan (Widjono, 2005: 63).
    Cara menggunakannya adalah sebagai berikut:
    – Menggunakan redaksi dari penulis sendiri (parafrasa).
    – Mencamtumkan sumber (nama penulis, tahun, dan halaman).Contoh:
    Menurut salah satu historiografi tradisional, penyerahan kekuasaan kerajaan Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang berlangsung melalui penyerahan mahkota emas raja Kerajaan Sunda Pajajaran kep[da Prabu Geusan Ulun. Penyerahan mahkota secarasibolisbereti bahwa Sumedanglarang menjadi penerus Kerajaan Sunda (Suryaningrat, 1983: 20—21 dan 30).
  2. Kutipan Tidak Langsung.
    Mengambil ide dari suatu sumber dan menuliskannya sendiri dengan kalimat atau bahasa sendiri (Widjono, 2005: 64).Cara menggunakannya adalah sebagai berikut:
    – Dikutip apa adanya.
    – Diintegrasikan ke dalam teks paparan penulis.
    – Jarak baris kutipan dua spasi (sesuai dengan jarak spasi paparan).
    – Dibubuhi tanda kutip (“….”).
    – Sertakan sumber kutipan di awal atau di akhir kutipan, yakni nama penulis, tahun terbit, dan halaman sumber (PTH atau Author, Date, Page (ADP), misalnya (Penulis, 2012:100).
    – Jika berbahasa lain (asing atau daerah), kutipan ditulis dimiringkan (kursif).
    – Jika ada kesalahan tik pada kutipan, tambahkan kata sic dalam kurung (sic) di kanan kata yang salah tadi.
    – Jika ada bagian kalimat yang dihilangkan, ganti bagian itu dengan tanda titik sebanyak tiga biah jika yang dihilangakan itu ada di awal atau di tengah kutipan, dan empat titik jika di bagian akhir kalimat.
    – Jika ada penambahan komentar, tulis komentar tersebut di antara tandakurung, nislnya, (penggarisbawahan oleh penulis).Contoh:
    Ada beberapa pendapat mengenai hal itu. Suryaningrat (1983: 20—21 dan 30) mengatakan, “Menurut salah satu historiografi tradisional, penyerahan kekuasaan kerajaan Pajajaran kepada Kerajaan Sumedanglarang berlangsung melalui penyerahan mahkota emas raja Kerajaan Sunda Pajajaran kep[da Prabu Geusan Ulun. Penyerahan mahkota secara simbolis berarti bahwa Sumedanglarang menjadi penerus Kerajaan Sunda.”

Diakui Secara Internasional

Berikut akan dibahas bagaimana cara menulis kutipan, mengacu pada APA Style (American Psychological Association) yang sudah diakui secara internasional.
Gaya kutipan APA mengacu pada aturan yang telah disetujui dalam konvensi American Psychological Association untuk menulis sumber yang digunakan dalam makalah penelitian . Gaya APA ini digunakan baik dalam teks kutipan maupun dalam daftar referensi . Karena  untuk setiap kutipan dalam teks, harus ada di dalam daftar referensi dan begitu juga sebaliknya. Di bawah ini adalah cara – cara menulis kutipan dan contohnya.
  1. Memasukkan nama penulis di dalam tanda kurung.
    Contoh :
    Fotosintesis adalah proses yang terjadi pada daun untuk menghasilkan makanan hasil dari proses kimiawi yang terjadi di dalamnya (Nugraha, 1995, p. 17).
  2. Memasukkan nama penulis di dalam pembahasan.
    Contoh :
    Menurut Nugraha (1995), Fotosintesis adalah proses kimiawi yang terjadi di dalam daun untuk menghasilkan makanan (p. 17).
  3. Kutipan dengan dua penulis berbeda
    Contoh :
    Fakta membuktikan bahwa pria yang sudah menikah berpenghasilan lebih tinggi daripada pria yang belum menikah (Chun & Lee, 2001).
  4. Kutipan dengan tiga hingga lima penulis
    Contoh :
    Al baironi, Munandar, Nyoman, dan Susanto (1889) berpendapat bahwa kesusksesan seseorang ditentukan oleh kemauan kuat yang ada pada dirinya.Bisa juga dengan menggunakan : et al yang berarti dan lainnya.
    Contoh:
    Menurut Al baironi et al. (1889), kesuksesan bergantung pada kemauan yang ada pada diri pribadi.
  5. Kutipan dengan 6 atau lebih penulis
    Contoh :
    Gracia et al. (2003) berpendapat, “Pendidikan karakter di masa kanak – kanak akan mencetak remaja – remaja yang memiliki karakter.”
  6. Kutipan tanpa adanya nama penulis
    Contoh :
    Penyakit banyak sekali tumbuh di masa pencaroba ini (“Dampak Perubahan Musim,” 2015).
  7. Penulis dengan nama yang sama
    Contoh:
    Menahan diri untuk tidak makan atau diet bisa mencegah obesitas (A. Nugraha, 1997). Namun, faktanya diet bisa menimbulkan penyakit lain seperti mag, dan mal nutrisi (B. Nugraha, 2000).
  8. Karya yang sama dikutip lebih dari sekali
    Contoh :
    Ekonomi mikro adalah penunjang pertumbuhan ekonomi suatu Negara (Afriando, 2012, p.3). Namun, Afriando mengatakan “jumlah ekonomi mikro di Indonesia masih sangat jauh dari cukup” (p. 4).
  9. Dua atau lebih sumber di dalam kutipan
    Contoh :
    Beberapa penelitian telah mengungkapkan bahwa kekuasaan dengan pekerjaan yang didapatkan berhubungan dengan performa di tempat kerja (Faire 2002; Hall, 1996, 1999).
  10. Dua atau lebih informasi yang dikutip dari sumber dan tahun yang sama
    Contoh :
    Schmidt (1997a, p. 23) menyatakan, “kesuksesan dapat dicapai dengan usaha yang tekun.”
  11. Mengutip informasi dari sumber lain
    Contoh :
    Menurut Pablo (1976), Olahraga dapat menyegarkan pikiran (as cited in Wayan, 2013).
  12. Kutipan yang diambil dari organisasi atau kelompok
    Contoh :
    Kutipan pertama :Hewan – hewan yang dilindungi oleh pemerintah masih terancam keberadaannya. Bahkan sebagian telah punah (Kelompok Pemerhati Satwa [KPS], 2014). Kutipan kedua :
    Penyebab punahnya hewan – hewan itu tidak lain dan tidak bukan adalah faktor pemburu dan perdagangan gelap (KPS, 2014).
  13. Kutipan yang berasal dari wawancara langsung, e-mail, surat, atau memoContoh :
    Menurut Sudirman berpuasa bisa melatih diri dari rasa marah (personal communication, 12 May 2015).
Sumber:
http://www.prbahasaindonesia.com/2015/06/cara-menulis-kutipan-di-skripsi-thesis-dan-laporan-ilmiah-yang-diakui-secara-internasional.html
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbbandung/2014/11/27/kaidah-pengutipan-dalam-karya-tulis-ilmiah/

Perencanaan Penulisan Ilmiah

Dalam pembuatan Penulisan Ilmiah, seorang penulis wajib hukumnya untuk merancang dan merencanakannya dengan matang sehingga menghasilkan sebuah Penulisan Ilmiah yang bagus dan mudah untuk dipahami oleh pembacanya. Berikut ini beberapa langkah dalam perencanaan Penulisan Ilmiah:
  1. Pemilihan Topik
    Pemilihan Topik - Aldi UnantoAda beberapa hal yang perlu dipertimbangkan pada saat menentukan topik untuk penulisan ilmiah. Dalam penulisannya harus mengikuti kaidah kebenaran isi, metode kajian, serta tata cara penulisannya yang bersifat keilmuan. Salah satu cara untuk memenuhi kaidah tersebut adalah dengan melakukan pemilihan topik yang jelas dan spesifik. Pemilihan unuk penulisan ilmiah dapat dilakukan dengan cara:a. Merumuskan tujuan.
    Rumusan tujuan yang jelas dan tepat menjadi sangat penting untuk dapat menghasilkan penulisan ilmiah yang terfokus bahasannya. Tips yang dapat dilakukan untuk merumuskan tujuan diantaranya:
    1) Usahakan merumuskan tujuan dalam satu kalimat yang sederhana.
    2) Ajukan pertanyaan dengan menggunakan salah satu kata tanya terhadap rumusan yang kita buat.
    3) Jika kita dapat menjawab dengan pasti pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan, berarti rumusan tujuan yang kita buat sudah cukup jelas dan tepat.b. Menentukan Topik
    Langkah pertama yang harus dilakukan dalam menentukan topik adalah menentukan ide-ide utama. Kemudian uji dan tanya pada diri sendiri apakah ide-ide itu yang akan kita tulis.c. Menelusuri Topik
    Bila topik telah ditentukan, kita masih harus memfokuskan topik tersebut agar dalam penulisannya tepat sasaran. Beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam memfokuskan topik:
    1) Fokuskan topik agar mudah dikelola.
    2) Ajukan pertanyaan.
    Selain itu, terdapat beberapa hal lain yang perlu dipertimbangkan, yaitu:
    – Topik yang dipilih hendaknya menarik untuk dikaji.
    – Topik jangan terlalu luas dan terlalu sempit.
    – Topik yang dipilih sesuai dengan mminat dan kemampuan penulis.
    – Topik yang dikaji hendaknya ada manfaatnya untuk menambah ilmu pengetahuan atau berkaitan dengan profesi.
  2. Pembatasan Topik
    Pembatasan Topik - Aldi Unanto
    Membatasi topik tulisan menjadi lebih spesifik, akan membantu penulis dalam mengulas tulisannya bisa lebih gamblang dan mendalam. Sehingga karangan atau tulisan yang dihasilkan, betul-betul menjadi sebuah karya tulis yang bermutu.
    Pembatasann topik sekurang-kurangnya dapat membantu pengarang dalam beberapa hal:
    – Memungkinkan pennulis penuh dengan keyakinan dan kepercayaan bahwa topik tersebut benar-benar diketahuinya.
    – Memungkinkan penulis mengadakan penelitian lebih intensif mengenai masalahnya.
  3. Pemilihan Judul
    pemilihan judul - Aldi Unanto
    Bagi pembaca, judul akan dianggap mewakili bobot sebuah hasil penelitian yang ditulis, bahkan merupakan gambaran mutu tulisan yang akan digarap. Oleh karena itu, pemilihan judul merupakan tahap yang sangat krusial. Berikut beberapa tips untuk pemilihan judul:1. To the point.
    Langsung ke inti gagasan. Judul penulisan ilmiah harus mencerminkan inti gagasan tulisan yang dibahas.
    2. Singkat dan padat.
    Judul penulisan ilmiah harus ringkas dan padat. Misalnya, “Pemimpin Tanpa Huruf N”. Judul seperti ini singkat, namun banyak makna.
    3. Memancing rasa ingin tahu pembaca.
    Misalnya, “Rio Hamil”. Padahal pada kejadian sebenarnya, Rio adalah seseorang yang terkenal yang berkelamin laki-laki. Nah, judul yang demikian pasti akan menimbulkan tanda tanya bagi pembaca, lalu terpancing untuk membaca penulisan ilmiah tersebut.
  4. Menentukan Tujuan Tulisan
    tujuan penulisan - Aldi Unanto
    Menetapkan tujuan yaitu menyampaikan maksud dari penulisan ilmiah atau penelitian yang akan di buat, sehingga pembaca dapat mengetahui manfaat yang diperoleh dari karangan ilmiah tersebut. Namun kita harus seksama, sering kali penulis memberikan tujuan yang sangat luas sehingga topik yang dibahas keluar dari apa yang sudah dibataskan.
    Tujuan penulisan sendiri dapat di rumuskan dalam bentuk tesis. Jika tulisan yang dikembangkan bukan merupakan dari seluruh tulisan, maka tujuan penulisan dapat dirumuskan dalam bentuk pernyataan maksud keduanya akan membimbing penulis dalam mengarahkan tulisannya.
    (Tesis adalah sebuah kalimat yang merupakan kunci untuk seluruh tulisan).
  5. Menetukan Kerangka Karangan
    Sebelum membuat kerangka karangan perlu kita susun selangkah agar tujuan awal kita dalam menulis tidak hilang atau melebar di tengah jalan.karangka karangan menguraikan tiap topik atau masalah menjadi beberapa bahasan yang lebih fokus dan terukur.kerangka belum tentu sama dengan daftar isi,atau uraian per bab.Kerangka ini merupakan catatan kecil yang sewaktu-waktu dapat berubah dengan tujuan untuk mencapai tahap yang sempurna.Manfaat kerangka karangan:a.kerangka karangan akan mempermudah pengarang menuliskan karangannya,dan dapat mencegah pengarang mengolah suatu ide sampai 2 kali,serta mencegah pengarang keluar dari sasaran yang telah di tetapkan. b.kerangka karangan akan membantu pengarang mengatur atau menempatkan klimaks yang berbeda-beda di dalam karangannya.
    c.bila kerangka karangan telah tersusun rapi,berarti separuh karangan sudah “selesai” karena semua ide sudah dikumpul,dirinci dan diruntun dengan teratur.pengarang tinggal menyusun kalimat-kalimat saja untuk “membunyikan” ide dan gagasannya.
    d.kerangka karangan merupakan miniatur dari keseluruhan karangan.melalui kerangka karangan ,pembaca dapat melihat intisari ide serta struktur suatu karangan.
  6. Langkah-langkah Penulisan Ilmiah
    Langkah-langkah penulisan ilmiah - Aldi Unanto
    Metode ilmiah penelitian dan pengembangan menulis penulisan ilmiah adalah suatu cara untuk pelaksanaan secara sistematis dan objektif yang mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
    1. Melakukan observasi dan menetapkan masalah dan tujuan. Langkah awal dalam penulisan ilmiah yaitu melakukan pengamatan atas objek yang diteliti dan menetapkan masalah dan tujuan yang akan diteliti.
    2. Menyusun hipotesis. Menyusun dugaan-dugaan yang menjadi penyebab dari objek penelitian.
    3.  Menyusun rancangan penelitian. Ini merupakan kerangka kerja bagi penelitian yang dilakukan.
    4. Melaksanakan percobaab berdasarkan metode yang direncanakan. Kegiatan nyata dari proses penelitian dalam bentuk percobaan terkait penelitian yang dilakukan.
    5. Melaksanakan pengamatan dan pengumpulan data. Setelah melakukan percobaan atas objek penelitian, maka selanjutnya melakukan pengamatan pada objek penelitian.
    6. Menganalisis dan menginterprrestasikan data. Menjelaskan segala kondisi yang terjadi pada saat pengamatan atau penelitian.
    7. Merumuskan kesimpulan. Menarik kesimpulan dari semua proses percobaan, pengamatan, penganalisaan dan penginterprestasian terhadap objek penelitian.
    8. Melaporkan hasil penelitian.  Langkah inilah yang sesungguhnya merupakan proses penulisan karangan ilmiah. Pada langkah ini kita telah menyusun sebuah karya tulis ilmiah yang akan memberikan manfaat bagi pembaca.

Sumber:
http://fzahrah.blogspot.co.id/2013/12/perencanaan-penulisan-karangan-ilmiah.html
https://bongez.wordpress.com/2010/04/26/kerangka-karangan/
http://dyahahai.blogspot.co.id/2012/12/perencanaan-penulisan-karangan-ilmiah.html
http://www.anneahira.com/judul-karya-tulis-ilmiah.html
http://arie5758.blogspot.co.id/2012/06/pembatasan-topik-untuk-karangan-tulisan.html#axzz3rLuaLijJ
https://gustiayumade.wordpress.com/2010/10/16/syarat-topik-judul-dan-tema/
http://irosyadi86.blogspot.co.id/2012/02/persiapan-penulisan-karya-ilmiah.html

EYD dan Tanda Baca

A. Pengertian Ejaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:250) ejaan ialah kadidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.

Pengertian EYD

Ejaan mengatur keseluruhan sistem dan peraturan penulisan bunyi bahasa untuk mencapai keseragaman. Ejaan yang disempurnakan (EYD) sendiri adalah ejaan yang dihasilkan dari penyempurnaan atas ejaan-ejaan sebelumnya.
Ejaan memiliki tiga buah aspek, yakni:
  1. Aspek Fonologis.Yang menyangkut penggambaran fonem(sebuah istilah linguistik dan merupakan satuan terkecil dalam sebuah bahasa yang bisa menunjukan perbedaan makna) dengan huruf dan penyusunan abjad.
  2. Aspek MorfologiYang mennyangkut penggambaran satuan-satuan morfernis.
  3. Aspek Sintaksis.Yang menyangkut penanda ujaran tanda baca (Badudu, 1984:7).

B. Tahapan-tahapan Ejaan Bahasa Indonesia

EYD dan Tanda Baca - aldiunanto.com
  1. Ejaan van Ophuysen
    Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[12] Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan IbrahimEjaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901.Ciri-ciri dari ejaan ini yaitu:
    1. Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa.
    2. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb.
    3. Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb.
    4. Tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.
  2. Ejaan Suwandi (Ejaan Republik)
    Ejaan ini diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 menggantikan ejaan sebelumnya. Ejaan ini juga dikenal dengan nama ejaan Soewandi.Ciri-ciri ejaan ini yaitu:
    1) Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur, dsb.
    2) Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak, rakjat, dsb.
    3) Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-jalan2, ke-barat2-an.
    4) Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mendampinginya.
  3. Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia).
    Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 kembali mempersoalkan masalah ejaan. Sesuai dengan usul Kongres, kemudian dibentuk sebuah panitian dengan SK No. 44876 tanggal 19 Juli 1956. Panitia ini berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957. namun keputusan ini tidak dapat dilaksanakan karena ada usaha untuk mempersamakan ejaan Indonesia dan Melayu. Sebab itu pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia). Tetapi konsep ejaan ini juga tidak jadi diumumkan karena perkembangan politik kemudian.
  4. EYD (Ejaan yang disempurnakan).
    Di tahun 1966 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sarino Mangunpranoto dibentuk lagi sebuah Panitia Ejaan Bahasa Indonesia, yang bertugas menyusun konsep baru, yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu. Sesudah berkali-kali diadakan penyempurnaan, maka berdasarkan Kepurusan Presiden No. 57 tahun 1972 diresmikan ejaan baru yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972, yang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Dengan EYD, ejaan dua bahasa serumpun, yakni Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, semakin dibakukan.Motif lahirnya Ejaan yang Disempurnakan ialah sebagai berikut :
    a. Menyesuaikan ejaan bahasa Indonesia dengan perkembangan bahasa.
    b. Membina ketertiban dalam penulisan huruf dan tanda baca.
    c. Mulai usaha pembakuan bahasa Indonesia secara menyeluruh.
    d. Mendorong pengembangan bahasa Indonesia (Ambo Enre, 1984:38).  Adapun hal-hal yang diatur penggunaannya dalam EYD,yaitu sebagai berikut:
    • Pemakaian huruf
    • Penulisan huruf
    • Penulisan kata
    • Pungtuasi (tanda baca)

    Revisi 1987
    Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Keputusan menteri ini menyempurnakan EYD edisi 1975.
    Revisi 2009
    Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini, maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

C. Perbedaan Ejaan Lama dengan Ejaan Baru

EYD dan Tanda Baca - aldiunanto.com
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:
Dari
Menjadi
Contoh
tj c tjutji → cuci
dj j djarak → jarak
j y sajang → sayang
nj ny njamuk → nyamuk
sj sy sjarat → syarat
ch kh achir → akhir
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
  • Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
  • Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.
  • Awalan “di-” dan kata depan “di” dibedakan penulisannya. Kata depan “di” pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara “di-” pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
  • Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
  1. Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
  2. Penulisan kata.
  3. Penulisan tanda baca.
  4. Penulisan singkatan dan akronim.
  5. Penulisan angka dan lambang bilangan.
  6. Penulisan unsur serapan.

D. Tanda Baca dan Fungsinya

Tanda Baca
Simbol
Fungsi
Contoh
Tanda Titik . – Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Saya suka makan nasi.


– Dipakai pada akhir singkatan nama orang. Muhammad F. Akbar


– Dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan. – Dr. (doktor) – Bpk. (Bapak)


– Dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih hanya dipakai satu tanda titik. – dll. (dan lain-lain) – dsb. (dan sebagainya)
– hlm. (halaman)


– Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu. Pukul 7.10.12 (pukul 7 lewat 10 menit 12 detik)


– Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Kota kecil itu berpenduduk 51.156 orang.


– Tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Nama Ivan terdapat pada halaman 1210 dan dicetak tebal.


– Tidak dipakai dalam singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi maupun di dalam akronim yang sudah diterima oleh masyarakat. – DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) – SMA (Sekolah Menengah Atas)


– Tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia, satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang. Cu (tembaga)


Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. – Latar Belakang Pembentukan – Lihat Pula




Tanda Koma , – Dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan. Saya menjual baju, celana, dan topi. [Catatan: dengan koma sebelum “dan”]


– Dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara yang berikutnya, yang didahului oleh kata seperti, tetapi, dan melainkan. Saya bergabung dengan Wikipedia, tetapi tidak aktif.


– Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya. Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.


Tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut mengiringi induk kalimat. Saya tidak akan datang kalau hari hujan.


– Dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi. Oleh karena itu, kamu harus datang.


– Dipakai di belakang kata-kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan, yang terdapat pada awal kalimat. Wah, bukan main.


– Dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Kata adik, “Saya sedih sekali”.


– Dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Medan, 18 Juni 1984


– Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Lanin, Ivan, 1999. Cara Penggunaan Wikipedia. Jilid 5 dan 6. Jakarta: PT Wikipedia Indonesia.


– Dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. I. Gatot, Bahasa Indonesia untuk Wikipedia. (Bandung: UP Indonesia, 1990), hlm. 22.


– Dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Rinto Jiang, S.E.


– Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. – 33,5 m – Rp10,50


– Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Pengurus Wikipedia favorit saya, Borgx, pandai sekali.


– Dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.


Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. “Di mana Rex tinggal?” tanya Stepheen.




Tanda Titik Koma ; – Dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Malam makin larut; kami belum selesai juga.


– Dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.




Tanda Titik Dua : – Dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian. Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.


– Dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian. Ketua: Aldi
Wakil Ketua: Unanto
Sekretaris: Bita
Wakil Sekretaris: Michelle
Bendahara: Tio
Wakil bendahara: Dikel


– Dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Borgx: “Jangan lupa perbaiki halaman bantuan Wikipedia!”
Rex: “Siap, Boss!”


– Dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan. Surah Yasin:9


– Dipakai untuk menandakan nisbah (angka banding). Nisbah siswa laki-laki terhadap perempuan ialah 2:1.


Tidak dipakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.




Tanda Hubung – Menyambung unsur-unsur kata ulang. anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan


– Menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. p-e-n-g-u-r-u-s 8-4-1973


– Dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan. ber-evolusi dengan be-revolusi


– Dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital; (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan -an, (d) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (e) nama jabatan rangkap. Se-Indonesia hadiah ke-2
tahun 50-an
sinar-X


– Dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. di-charter


– Menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris. Ayahku bekerja di rumah sa- kit.




Tanda Pisah – Membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberikan penjelasan khusus di luar bangun kalimat. Wikipedia Indonesia—saya harapkan—akan menjadi Wikipedia terbesar.


– Menegaskan adanya posisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih tegas. Rangkaian penemuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.


– Dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti sampai dengan atau di antara dua nama kota yang berarti ‘ke’, atau ‘sampai’. 1919–1921


Tidak dipakai bersama perkataan dari dan antara, atau bersama tanda kurang (−). −4 sampai −6 °C, bukan −4–−6 °C




Tanda Elipsis – Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus, misalnya untuk menuliskan naskah drama. Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak.


– Menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan, misalnya dalam kutipan langsung. Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.




Tanda Tanya ? – Dipakai pada akhir tanya. Kapan nikah?


– Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).




Tanda Seru ! Dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. – Alangkah mengerikannya peristiwa itu! – Merdeka!




Tanda Kurung (…) – Mengapit keterangan atau penjelasan. Bagian Keuangan menyusun anggaran tahunan kantor yang kemudian dibahas dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) secara berkala.


– Mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Satelit Palapa (pernyataan sumpah yang dikemukakan Gajah Mada) membentuk sistem satelit domestik di Indonesia.


– Mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a)


– Mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan. Bauran Pemasaran menyangkut masalah (a) produk, (b) harga, (c) tempat, dan (c) promosi.




Tanda Kurung Siku […] – Mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.


– Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.




Tanda Petik “…” – Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. “Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”


– Mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.


– Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat” saja.


– Mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Kata Tono, “Saya juga minta satu.”




Tanda Petik Tunggal ‘…’ – Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”


– Mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. feed-back ‘balikan’




Tanda Garis Miring / – Dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. No. 7/PK/1973


– Dipakai sebagai pengganti kata tiap, per atau sebagai tanda bagi dalam pecahan dan rumus matematika. harganya Rp125,00/lembar (harganya Rp125,00 tiap lembar)


– Sebaiknya tidak dipakai untuk menuliskan tanda aritmetika dasar dalam prosa. Gunakan tanda bagi ÷. 10 ÷ 2 = 5.


– Sebaiknya tidak dipakai sebagai pengganti kata atau. Dia atau aku




Tanda Penyingkat Menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. – Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan) – Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)

Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penulisan_tanda_baca
http://darkzone7.blogspot.co.id/2013/10/eyd-dan-tanda-baca.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Yang_Disempurnakan
http://abasawatawalla01.blogspot.co.id/2013/02/ejaan-yang-disempurnakan-eyd-pengertian.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Bantuan:Penulisan_tanda_baca
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanda_baca
http://fzhsafarina.blogspot.co.id/2014/11/eyd-dan-tanda-baca.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Van_Ophuijsen
http://.slideshare.net/SupriadiMuslimin/kaidah-penerapan-ejaan
http://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Republik
https://id.wikipedia.org/wiki/Fonem
https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_Yang_Disempurnakan#Perbedaan_dengan_ejaan_sebelumnya
http://indosastra.com/bahasa-indonesia/ejaan-bahasa-indonesia/

Ragam Bahasa dan Laras Bahasa

  1. di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.
  2. Fishman ed (1968)
    Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan.

Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku, kita mengenal juga kosa kata bahasa Indonesia ragam baku. Adalah kosa kata baku Bahasa Indonesia yang memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur Bahasa Indonesia, bukan otoritas suatu lembaga atau instansi di dalam menggunakan Bahasa Indonesia ragam baku.

B. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi

Berdasarkan situasi pemakainnya, ragam bahasa dapat dibagi menjadi 3 yakni ragam formal, ragam semi formal, dan ragam non-formal.
  1. Ragam Formal.
    Ragam formal digunakan dalam situasi resmi. Bentuk ragam ini (atau disebut juga ragam baku) yaitu ragam yang mengikuti kaidah atau aturan kebahasaan. Beberapa contoh keperluan dan kegiatan sehari-hari yang menggunakan ragam fomal:
    1. Komunikasiresmi
    2. Wacanateknis
    3. Pembicaraan di depankhalayakramai
    4. Pembicaraandengan orang yang dihormati
  2. Ragam Semi Formal.
    Jenis ragam ini memiliki ciri mengikuti kaidah dan aturan yang tetap tetapi tidak secara konsisten dilakukan pada saat tertentu. Sebagai contoh yaitu bahasa jurnalistik, dimana biasanya pembaca berita membacakan beritanya tidak selalu dengan kata-kata yang baku, melainkan terkadang ditengah kata-kata baku yang mereka ucapkan terselip kata-kata yang biasa kita ucapkan sehari-hari (bahasa santai).
  3. Ragam Non-formal.
    Ragam non-formal tidak menggunakan kata baku, dan tidak memiliki kaidah atau aturan yang tetap. Contohnya ketika kita berbicara dengan teman.

Kita juga bisa mengidentifikasi apakah disebut formal, semi formal, atau non-formal dengan melihat beberapa aspek berikut:
– Bergantung kepada topik yang dibahas
– Hubungan antar pembicara
– Medium yang digunakan
– Situasi saat pembicaraan terjadi
– Penggunaan kata sapaan dan kata ganti

C. Ragam Bahasa Berdasarkan Medium (Cara Pengungkapan Ragam Bahasa)

  1. Ragam bahasa lisan.
    Adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, dan ceramah. Sedangkan ragam lisan non-standar misalnya dalam percakapan sesama teman sebaya, atau dalam kesempatan non-formal
    lainnya.

    Ragam bahasa lisan meliputi:
    1. Ragam bahasa cakapan.
      Adalah ragam bahasa yang dipakai apabila pembicara menganggap kawan bicara sebagai sesama, lebih muda, lebih rendah statusnya atau apabila topik pembicara bersifat tidak resmi.
    2. Ragam bahasa pidato.
      Adalah ragam bahasa yang digunakan saat membacakan pidato dimuka umum.Biasanya pidato berisi penegasan kalimat untuk bias diterima si pendengar.
    3. Ragam bahasa kuliah.
      Adalah ragam bahasa yang digunakan pada saat kuliah yaitu pada saat pembelajaran antar mahasiswa dan dosennya.
    4. Ragam bahasa panggung
      Adalah ragam bahasa yang digunakan seseorang saat dpanggung ketika mengsi acara hiburan lain agar bias diterima penonton.
    Ciri-ciri ragam bahasa lisan:
    1. Memerlukan kehadiran orang lain
    2. Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap
    3. Terikat ruang dan waktu
    4. Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.
    Kelebihan ragam bahasa lisan:
    1. Dapat disesuaikan dengan situasi.
    2. Faktor efisiensi.
    3. Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsure lain berupa tekan dan gerak anggota badan agah pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimik dan gerak-gerak pembicara.
    4. Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya.
    5. Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh penutur.
    6. Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi audit, visual dan kognitif.
    Kekurangan ragam bahasa lisan:
    1. Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana.
    2. Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
    3. Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan.
    4. Aturan-aturan bahasa yang dilakukan tidak formal.
  2. Ragam Bahasa Tulis
    Adalah ragam bahasa yang ditulis atau dicetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis standar maupun non-standar. Ragam tulis yang standar bisa kita temukan dalam buku-buku pelajaran, atau surat kabar. Dan ragam tulis non-standar bisa kita temukan di poster, majalah remaja, dan iklan.Ragam bahasa tulis tidak terikat  ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual atau bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya.Ragam bahasa tulis meliputi:
    1. Ragam bahasa teknis adalah ragam bahasa yang dilakukan mengenai teknis atau cara penulisan yang dicontohkan misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.
    2. Ragam bahasa undang-undang adalah ragam bahasa yang mnggunakan komunikasi yang resmi.
    3. Ragam bahasa catatan adalah ragam bahasa yang singkat yang diperuntukkan untuk pengingat sesuatu.
    4. Ragam bahasa surat adalah ragam bahsa yang dituliskan pada sehelai kertas yang biasanya diberitahukan mengenai kabar atau sejenisnya yang berfungsi untuk memberikan informasi.
    Ciri – ciri ragam bahasa tulis:
    1. Tidak memerlukan kehaduran orang lain.
    2. Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
    3. Tidak terikat ruang dan waktu.
    4. Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.
    Kelebihan ragam bahasa tulis:
    1. Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan menyenangkan.
    2. Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat
    3. Sebagai sarana memperkaya kosakata.
    4. Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.
    Kekurangan ragam bahasa tulis:
    1. Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa tulisan harus disusun lebih sempurna.
    2. Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
    3. Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas/ditolong, oleh karena itu dalam bahasa tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

D. Laras Bahasa

Ragam Bahasa dan Laras Bahasa - aldiunanto.com
Laras bahasa adalah ragam bahasa yang digunakan untuk suatu tujuan atau pada konteks sosial tertentu. Banyak sekali laras bahasa yang dapat diidentifikasi tanpa batasan yang jelas di antara mereka.
Definisi dan kategorisasi laras bahasa pun berbeda antara para ahli linguistik, diantaranya:
  1. Ure dan Ellis (1977)
    Menganggap laras bahasa sebagai pola bahasa yang lazim digunakan mengikut keadaan tertentu. Hal ini bermakna, sesuatu situasi akan menentukan bentuk bahasa yang digunakan oleh pengguna bahasa itu dan pemilihannya berdasarkan konvensi sosial masing-masing.
  2. Reid (1956)
    Menyatakan seorang penutur dalam situasi berbeza-beza akan menggunakan laras mengikut situasi sosial yang berlainan iaitu istilah teknik untuk menyatakan perlakuan bahasa (linguistic behavior) seseorang individu.
  3. Halliday (1968)
    Menyebut bahawa laras sebagai variasi bahasa yang berlainan berdasarkan fungsi. Laras akan sentiasa berubah mengikut situasi. Dia telah membuat penjenisan laras kepada tiga kategori iaitu tajuk wacana (field of discourse), cara penyampaian wacana (mode of discourse) dan gaya wacana (style of discourse).
  4. Joos (1961)
    Beliau membagi lima laras bahasa menurut derajat keformalannya, yaitu:Frozen (beku)
    Ragam beku digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.Formal (resmi)
    Ragam resmi digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato resmi, rapat resmi, dan jurnal ilmiah.Consultative (konsultatif)
    Ragam konsultatif digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di pasar. Casual (santai)
    Ragam santai digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
    Intimate (akrab)
    Ragam akrab digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim.

Ciri-ciri Laras Bahasa

Menurut Nik Safiah Karim (1989), kajian terhadap laras bahasa perlu mempertimbangkan dua faktor yang utama iaitu ciri keperihalan peristiwa bahasa dan ciri linguistik yang wujud . Ciri keperihalan pula dibahagikan kepada dua aspek utama, iaitu situasi luaran dan situasi persekitaran.
Situasi luaran adalah latar belakang sosial dan kebudayaan sesuatu masyarakat bahasa yang merangkumi struktur sosial dan keseluruhan cara hidup yang menentukan perlakuan setiap anggota masyarakat. Contohnya , apabila kita mengkaji laras bahasa masyarakat Melayu lama, kita perlu mengaitkan dengan situasi istana, stratifikasi sosial, tradisi sastera lisan dan aspek-aspek lain anggota masyarakat zaman itu.
Situasi persekitaran pula meliputi aspek-aspek yang terlibat secara langsung dalam penggunaan bahasa. Terdapat empat situasi persekitaran yang menyebabkan wujudnya bahasa yang berlainan atau laras. Situasi yang dimaksudkan ialah cara penyampaian, perhubungan sosial dan peribadi, bahan yang diperkatakan, dan fungsi-fungsi sosial perlakuan bahasa.

Jenis Laras Bahasa

Laras bahasa dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu:
  1. Tajuk Wacana
    Adalah merangkumi bidang penggunaan bahasa seperti bidang Matematik.
  2. Cara Penyampaian WacanaAdalah media perlakuan bahasa samada secara lisan atau bertulis.
  3. Gaya wacanaAdalah bidang tentang perhubungan antara peserta perlakuan bahasa iaitu secara formal atau tidak formal.
Adapun laras bahasa yang dapat kita temukan dalam kehidupan sehari-hari yaitu laras bahasa biasa dan laras bahasa khusus.
  1. Laras Bahasa Biasa.Adalah laras bahasa yang sering ditemukan dan digunakan oleh masyarakat luas, misalnya laras bahasa yang dipakai dalam bidang hiburan, seperti laras bahasa berita, penerangan, dan lain-lain.
  2. Laras Bahasa KhususLaras bahasa khusus adalah laras bahasa yang digunakan dalam pemakaian khusus yaitu, laras bahasa ilmiah yang dipakai dalam penulisan laporan ilmiah, dan lain-lain.
Kedua jenis laras bahasa ini dapat dibedakan dengan cara melihat beberapa hal berikut ini:
– Kosakata
– Gaya Bahasa
– Tata bahasa.


Sumber:
http://www.trigonalmedia.com/2015/08/pengertian-ragam-bahasa.html
http://www.slideshare.net/HIMTI/ragam-bahasa-25365773
http://badar92.blogspot.co.id/2012/10/ragam-bahasa.html
http://www.prbahasaindonesia.com/2015/08/laras-bahasa-pengertian-jenis-dan-contoh-analisis-laras-bahasa-terbaik.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Laras_bahasa